Terimakasih Beasiswa Uang Jajan
Banyak komunitas yang telah terbentuk untuk mencapai pelayanan tertentu di masyarakat. Mini Lessons sendiri didirikan untuk mencapai pelayanan di bidang pendidikan. Dengan dua tujuan utama yaitu, “Intelligent and intercultural children”.
Akan sangat baik jika antar komunitas bisa saling bekerja
sama mewujudkan visi dan misi mereka. Bekerja sama akan menghasilkan sesuatu
yang dinamakan Partnership. Jangan
remehkan kata ini. Sebegitu pentingnya Partnership
sehingga menjadi salah satu butir Sustainable
Development Goals (SDGs) global 2030.
Maka pada Minggu, 20 Agustus 2017, tiga hari setelah ulang
tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, Mini Lessons Indonesia (MiLes) mengundang
komunitas Beasiswa Uang Jajan untuk berbagi pentingnya pendidikan, dalam hal
ini adalah pendidikan tinggi pada anak-anak di Panti Asuhan Graha Kasih Bapa,
Kubu Raya, Kalimantan Barat.
Ari (rompi merah), alumni Beasiswa Uang Jajan
Masih ingat dengan kalimat Malala? Dia mengatakan bahwa
Senjata memang bisa membunuh teroris, tetapi pendidikanlah yang membunuh
terorisme. Atau kalimat Nelson Mandela, Pendidikan adalah senjata terampuh
untuk mengubah dunia.”
Anak-anak yang tinggal di panti asuhan ini sekolah di SMK.
Barangkali tujuannya agar siap menghadapai dunia pekerjaan ketika mereka lulus sekolah
menengah atas sederajat.
Hal inilah yang mendorong MiLes mengundang Beasiswa Uang
Jajan (BUJ) untuk mengenalkan kuliah gratis ke MiLes’s friend. Sekaligus memaparkan
cara-cara mendapatkan beasiswa dan manfaat kuliah bagi generasi milenial.
“Kita memang bisa suskes dan kaya tanpa kuliah, tetapi mari
kita kita lihat kembali, kenapa itu bisa terjadi? Barangkali mereka mendapatkan
warisan dari orangtua berupa materi atau tekad, atau katakanlah mereka memang
hidup di lingkungan para pembisnis yang mampu merintis karir dari bawah.” Kalimat
ini diucapkan Ari Chairi Afiat, alumni Beasiswa Uang Jajan.
“Pemerintah telah menganggarkan banyak uang untuk
pendidikan. Uang inilah harus kita manfaatkan dengan sebaik mungkin. Ada yang
biasa ranking di sini?” Ari bertanya.
Tidak ada yang bersuara atau menganggat tangan.
Mereka saling lirik satu sama lain. Dan ternyata diantara
mereka ada pernah meraih ranking kelas.
“Naik-turun, Bang. Kadang tiga, kada lima, kadang sepuluh, pernah
juga tiga belas,” aku mereka.
Mendengar kata naik-turun, kami tertawa. Sebab minggu
sebelumnya kami mengadakan senam Naik-Turun-Oles, lagu rap hip-hop yang
dipopulerkan musisi Timur Indonesia, Blasta Rap Family, Fresh Boy dan Saykoji.
Kembali ke cerita di atas. Anehnya, pada sesi tanya jawab,
anak-anak yang sudah duduk di SMK jurusan Pemasaran dan Akutansi ini malah mengaku
tertarik ingin kuliah bagian Hukum. Sebagian mereka bercitta-cita ingin menjadi
notaris dan yang lain ingin jadi jaksa, hakim, penulis, dan cita-cita lain yang
tidak ada kaitannya dengan jurusan mereka: Pemasaran dan Akutansi.
Mengapa demikian? Apakah manusia memang selalu tertarik
dengan hal-hal yang tidak familiar, dengan apa yang telah ada padanya? Tertarik
dengan hal-hal baru di luar diri mereka. Atau mereka mendengar desas-desus
tentang asiknya menjadi profesi di atas, sehingga lupa bahwa, Saya SMK jurusan
Pemasaran dan Kwitansi, seharusnya saya bercita-cita menjadi teller bank,
misalnya.
Atau mungkinkah, seperti cerita menyedihkan lainnya, bahwa
sebenarnya mereka tersesat di jurusan yang sekarang, jurusan yang salah.
Kita tidak tahu dan seaneh apapun kenyataan itu, kita tidak
seharusnya membatasi cita-cita orang lain, bukan?
Bermimpilah anak muda. Selagi gratis. Kuliahlah anak muda,
selagi gratis.
Terimakasih Beasiswa Uang Jajan, telah mampir dan kami
tunggu mampir berikutnya.
Post a Comment